Selasa, 20 Maret 2012

MASALAH UTAMA KEGAGALAN PEMBANGUNAN DI KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG PAPUA

I. PENGANTAR

 BATASAN MASALAH
 Secara etno biologis Penduduk Kabupaten Pegunungan Bintang merupakan suku bangsa yang memiliki pertalian etnis tersendiri yang berbeda dengan suku-suku lainnya di papua. Berada di ujung Timur papua, hidup di tengah keterasingan dan jauh dari kontak dengan kemajuan atau modernisasi. Kenyataan menujukkan bahwa situasi dan kondisi yang kurang kondusif membuat masyarakat berada dalam tarap hidup yang cukup memprihatinkan, seolah-olah mereka pemilik keterisolasian dan kemiskinan. 
Pada saat ini juga sebagian besar masyarakat Pegunungan Bintang yang masih berbusana sederhana sebagai simbol keterbelakangan mereka, maka oleh sebab itu mereka yang merasa diri maju disebut penduduk primitif, jaman batu, kaum peramu, penduduk terasing dan masih banyak lagi stigma yang diberikan. Ada ciri-ciri khusus yang menandai kegagalan pembangunan di Kabupaten pegunungan bintang diantaranya adalah. 1)Kabupaten Pegunungan Bintang merupakan salah satu daerah yang terpencil, memiliki gunung-gunung yang tertinggi dan banyak tempat-tempat wisata yang menyenangkan, salah satu gunung tertinggi yang terkenal di Indonesia yakni puncak mandala yang tepatnya terletak di kabupaten Pegunungan Bintang dan masih banyak gunung lain yang memiliki topografi yang kasar, iklim tropis basah, yang puncak pegunungannya selalu ditutupi salju abadi dan memiliki hutan dan hujan tropik basah. 
 2)Jumlah penduduknya kurang banyak yakni, sesuai dengan data tahun 2005 jumlah penduduk Pegunungan Bintang sebanyak 8.000 jiwa dan di tahun 2010 jumlah penduduk tambah meningkat menjadi 9,5.000 jiwa. Banyak juga yang tidak sempat ambil data disebabkan karena kebanyakan masyarakat yang hidup di tempat terpencil diluar kontak pemerintah. Mereka bermukim terpencar dan terpencil di lereng-lereng gunung, lembah-lembah serta celah-celah gunung yang sulit di jangkau bahkan jauh dari pusat-pusat pelayanan pemerintah. 
3)Kondisi sosial ekonomi mereka sangat memprihatinkan yakni kondisi perumahan sangat darurat hidup dalam honai/ owa, pola konsumsi mereka sangat tidak teratur, sebagian besar dari mereka nyaris tanpa busana (koteka) dan pola perekonomian subsisten.
 4)Kondisi sosial masyarakat pada umumnya masih sederhana, tingkat pendidikan relatif rendah, tinggat kesehatan dan gizi rawan, tingkat penguasaan teknologi rendah.
 5)Pengembangan perekonomian rakyat di daerah ini umumnya belum maksimal, karena kurangnya wawasan berfikir rakyat maupun juga penyadaran pada masyarakat, termasuk juga karena kurangnya insfrastruktur perhubungan darat dan udara disamping letaknya sangat jauh di daerah pedalaman, terisolir dan terpencil. Seluruh jaringan transportasi dilakukan melalui udara. Tersendatnya pembangunan jalan trans Papua belum memberi dampak yang positif.

 II. SEJARAH KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG 
Kabupaten Pegunungan Bintang merupakan salah satu kabupaten yang terletak di bagian timur provinsi Papua Indonesia. Kabupaten ini di mekarkan dari Kabupaten Jayawijaya melalui OTSUS (Otonomi Khusus di Papua). UU no. 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus. Sedangkan pada tanggal 22 tahun 2002 di sahkan menjadi satu kabupaten yang mandiri dan bertanggungjawab, Kabupaten Pegunungan Bintang beribu kota di Oksibil dan terdapat beberapa suku lokal yang masing-masing memiliki bahasa dan adat isti adat yang berbeda-beda.

 III. PEMBAHASAN 
Masalah Utama Kegagalan Pembangunan Jika kita melihat akar permasalahan kegagalan pembangunan di Kabupaten Pegunungan Bintang adalah yang pertama: masalah perhubungan yakni transportasi, yang kedua, dan yang ketiga, sikap penduduk local terhadap pembangunan. 1) Transportasi 
 Transportasi atau perangkutan adalah perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakan oleh tenaga manusia, maupun mesin. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan asal dan tujuan. Perjalanan adalah pergerakan orang dan barang antara dua tempat kegiatan yang terpisah untuk melakukan kegiatan perorangan dan kelompok dalam masyarakat.  
a.Transportasi Udara 
 Kita melihat salah satu problem yang mendasar dalam kegagalan pembangunan di kabupaten pegunungan bintang adalah aspek transportasi yang kurang memadai atau kurang terjangkau karena disebabkan oleh alam pegunungan yang membuat transportasi tidak bisa menjangkau. Salah satu transportasi yang menjangkau sampai di kabupaten pegunungan bintang adalah transportasi udara dengan beberapa pesawat yang muatan kecil yakni AMA (Asosiatin Mision Aviation), pesawat AMA yang muatan kecil ini masuk di kabupaten pegunungan bintang sejak masuknya Misionaris di tanah Papua hingga sekarang ini pesawat AMA masih melayani di Papua Khususnya bagian pegunungan yakni, Mulia, Timika Wamena, Puncak Jaya, Tolikara, Pegunungan Bintang dan juga masih banyak kabupaten lain yang terletak di daerah pedalaman papua yang di mekarkan melalui otonomi khusus. Adapun beberapa pesawat-pesawat bermuatan sedang yang di beli oleh pemerintah kabupaten pegunungan bintang melalui dana APBD tahun 2004 yaitu pesawat DAS 7 yang muatannya 22 penumpang dan barang 200 kg dan juga SUSI AIR yang muatannya 15 penumpang dan barang 150 kg yang melayani di kabupaten pegunungan bintang sejak tahun 2004 hingga sekarang ini. Namun, beberapa permasalahan yang dialami oleh masyarakat adalah tingginya harga tiket pesawat yang mencapai 1.500.000/penumpang dan ongkos timbangan barang yang perkilo mencapai 18.000/kg, sesuai dengan peraturan daerah PERDA yang sudah di tetapkan adalah kedua pesawat SUSI AIR dan DAS 7 di beli dan bersubsidi langsung untuk masyarakat namun kenyataannya tiket pesawat dan ongkos barangnya semakin tahun semakin meningkat akhirnya situasi di daerah belum ada tanda fositif yang terlihat maka terjadi kegagalan pembangunan di daerah tersebut. Sedangkan adapula yang namanya hellikopter, transportasi udara yang namanya hellikopter ini khusus untuk militer mengangkut bama dan aplosan pasukan yang beroperasi dari jayapura ke pos-pos tentara yang ada di kabupaten pegunungan bintang. Hellikopter ini bisa ditumpangi juga masyarakat se_tempat jika hellikopter balik dari pos ke jayapurara dengan syarat masyarakat harus membayar uang kepada bos tentara atau operator di pos tertentu.

b. Transportasi Darat 
Secara geografis alam di papua khususnya kabupaten pegunungan bintang memiliki banyak pegunungan yang menjulang tinggi dan memiliki hutan tropis yang mengakibatkan tidak adanya transportasi laut dan darat yang menjangkau ke daerah pegunungan bintang. 
Kabupaten ini memiliki gunung-gunung yang tinggi dan salah satu gunung tertinggi yang terkenal di Indonesia yakni puncak mandala yang tepatnya terletak di kabupaten Pegunungan Bintang dan masih banyak gunung lain yang memiliki topografi yang kasar, iklim tropis basah, yang puncak pegunungannya selalu ditutupi salju abadi dan memiliki hutan dan hujan tropik basah. Situasi inilah yang membuat pemerintah provinsi papua dan pemerintah daerah kebupaten pegunungan bintang merasa sulit untuk membangun papua di daerah-daerah pegunungan yang masyarakatnya hidup sederhana dan kebanyakan masyarakat yang hidupnya diluar kontak dengan pemerintah akhirnya sulit untuk dijangkau baik melalui transportasi darat, laut, maupun udara dan juga perencanaan trans papua pun belum terbukti hingga sekarang ini.  

c. Transportasi Laut/Sungai
sesuai dengan geografis papua terbagi dalam dua bagian terbesar dan masing-masing memiliki etnis budaya dan kebiasaan-kebiasaannya pun masing-masing yaitu, papua bagian pesisir pantai dan papua bagian pegunungan. Perbedaan ini menyatakan bahwa dibagian pesisir bisa dijangkau dengan transportasi laut, udara, dan darat sedangkan di bagian pegunungan di jangkau oleh satu transportasi yaitu pesawat hellikopter dan juga ada satu transportasi bantuan lain yaitu melalui sungai di jangkau dengan motor jonson/perahu. 2.Sikap masyarakat terhadap pembangunan Salah satu konsekuensi logis kepemimpinan yang akomodatif menyebabkan kurang adanya perhatian pemerintah daerah terhadap masyarakat lokal pada beberapa waktu dan saat ini lalu pemerintah daerah dinilai gagal dan kurang menjawab tantangan dan substansi masalah. Ada beberpa hal yang sifatnya kontradiktif di kabupaten Pegunungan Bintang saat ini adalah: 
1.Pembangunan fisik dengan pendekatan proyek mungkin hanya sesuai dengan pandangan pemerintah daerah tetapi tidak sesuai dengan keinginan masyarakat.
 2.Masyarakat dianggap hanya penting untuk mendukung tujuan pembangunan sesuai keinginan pemimpin dan serta masyarakat dianggap telah menerima pembangunan yang telah dibangun.
 3.Adanya gejala bahwa masyarakat tidak diharapkan untuk pembangunan karena pembangunan telah difikir oleh pemimpin itu sendiri.
 4.Pemaksaan kehendak pembangunan kepada masyarakat agar diterima dan dilaksaanakan dengan dalil ditumbuhkan dan ditingkatkan taraf hidup masyarakat tanpa menciptakan keadaan untuk tumbuh dan berkembang sendiri.
5.Ada kecendrungan penduduk lokal yang tenggelam diantara harapan yang tulus tanpa realita. Karena tidak terbiasa bertindak otonom terhadap situasi yang mereka alami, dan juga akibat pendekatan pembangunan yang keliru maka kemampuan adapatasi mereka pasif dan tanpa kritis, sikap legowo lebih dominan dari pada sikap kritisisme untuk pembangunan.

IV. KESIMPULAN
Jika kita berbicara tentang permasalahan yang mengganggu pembangunan di Kabupaten Pegunungan Bintang adalah tidak lain hanyalah kita berbicara tentang permasalahan transportasi dan juga situasi dan kondisi alam sekitarnya, karena sejak provinsi papua, dan kabupaten jayawijaya hingga terbentuk menjadi kabupaten Pegunungan Bintang sejak ini juga kebanyakan masyarakat yang hidup di pelosok-pelosok tidak pernah merasakan  pembangunan yang merata. Apalagi,  perkembangan tekhnologi yang sedang berkembang pesat di negara kita sekarang ini.
 Pembinaan sumber daya manusia Papua terut ama Kabupaten Pegunungan Bintang bukanlah persoalan memberi pendidikan, meningkatkan ketrampilan serta membekali mereka dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan sekedar tahu membaca dan menulis serta bebas dari penyakit dan kelaparan dan penciptaan suasana lingkungan hidup yang kondusif baik dalam pengertian sosial, ekonomi dan politik. Tetapi yang mereka harapkan adalah: Pertama, Mandiri, menjunjung tinggi martabat dan harga diri, maupun menolong dirinya sendiri dan melihat jauh ke depan, dan menjadikan mereka menjadi pelaku pembangunan, bukan menjadikan mereka menjadi salah satu objek pemerintah daerah. Kedua, Kenyataan menujukkan bahwa stigmatisasi penduduk lokal oleh mereka yang dianggap telah maju, menyebutnya orang koteka, orang hitam, orang asli, orang primitif. Kesalahan pemahaman ini dapat mengiring pikiran kita ke arah yang keliruh dalam memahami masyarakat tersebut. Oleh karena itu walaupun alam pikiran masyarakat primitif ini memang lain dengan alam pikiran masyarakat modern. Namun akhirnya dalam setiap manusia dan semua pola sosial baik modern atau primitif akan kita temukan garis-garis yang sama yaiu semua manusia di ciptakan sama atau semua orang sama di hadapan Tuhan Yang Maha Esa. Ketiga, masyarakat diharapkan agar pemerintah daerah lebih terbuka dan bertanggungjawab terhadap masyaraka yang masih tertinggal ini dalam berbagai aspek baik material maupun non material. 


                                                                                                 Oleh: Pylam Thabong Oka

1 komentar:

  1. bro, bisa minta narasumber yang dipakai pada tulisan diatas?
    thanks min sebelumnya

    BalasHapus